Pemeliharaan Larva
Telur lele sangkuriang akan menetas sekitar (30 – 36) jam setelah pembuahan pada suhu (23 – 24)oC. Pemeliharaan larva pasca penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan telur yang dialiri air dan dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang agar larva tidak teraduk. Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama (4-5) hari tanpa diberi pakan, karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning telur yang ada dalam tubuh larva itu sendiri.
Memasuki hari ke-5 dan seterusnya kuning telur dalam tubuh larva telah habis, larva selanjutnya dipindahkan ke dalam bak fiber untuk dipelihara lebih lanjut. Pemeliharan larva dalam bak fiber dilakukan sejak ikan memasuki umur 5 hari hingga 21 hari. Larva dipelihara dalam bak fiber berukuran 4 m x 2 m x 0,8 m dan diisi air sebanyak 1/2 dari tinggi bak dengan padat tebar 15.625 ekor/ m3. Jadi jumlah penebaran larva dalam bak fiber sebanyak 100.000 ekor.
Selama dalam pemeliharaan di dalam fiber, larva umur 5 hari diberi pakan cacing sutra (tubifex sp). Sebelum diberikan, cacing sutra tersebut dicincang terlebih dahulu. Hal itu dilakukan karena ukuran bukaan mulut ikan yang masih kecil. Pemberian cacing sutra cincang diberikan hingga larva berumur 12 hari. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 50 gr setiap kali pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Setelah ikan berumur lebih dari 12 hari selanjutnya larva ikan diberi pakan cacing sutra utuh dengan jumlah pakan sebanyak 75 gr setiap kali pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan, selama masa pemeliharaan larva lele sangkuriang diberikan pakan alami dan pakan tambahan. Menurut Mujiman (2000), Pemberian pakan alami disesuaikan dengan ukuran benih. Biasanya efektivitas pertumbuhan benih yang memakan plankton alami berkisar (2–3) minggu sejak ditebar ke kolam. Pakan tambahan diberikan dengan dosis 3% – 5% dari bobot populasi ikan dan diberikan dua sampai tiga kali sehari, pemberiannya dimulai sejak hari kedua setelah benih ditebar.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup larva, maka lingkungan yang baik harus tetap terjaga. Menurut Lukito (2002), dalam kegiatan pengontrolan kualitas air meliputi pergantian air dengan pengaturan volume air dan penyiponan. Pengelolaan kualitas air selama PKL, dilakukan dengan melakukan penyifonan bak pemeliharaan larva setiap pagi hari sebelum pemberian pakan dan penggantian air sebanyak 50%. Penyifonan dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran yang terdapat di dasar bak pemeliharaan larva. Sedangkan untuk menambah oksigen terlarut dalam bak pemeliharaan larva, air dalam bak pemeliharaan diberikan aerasi secara terus menerus.
Selama pemeliharaan larva dalam bak fiber tidak memperlihatkan gejala-gejala bahwa ikan terserang hama penyakit. Jika dilihat dari gerakannya yang normal dan nafsu makan yang relatif tinggi menandakan kondisi ikan sehat dan normal. Meskipun kondisi ikan dalam kondisi yang baik, selama dalam pemeliharaan, larva ikan lele sangkuriang tetap diberikan perawatan sebagai upaya pengendalian hama penyakit untuk pencegahan. Menurut Lukito (2004), kegiatan pengendalian hama penyakit meliputi pencegahan dan pengobatan. Tindakan pencegahan yang dilakukan selama PKL yaitu dengan memberikan garam sebanyak 3 kg dalam 3,2 m3 air (1 ppt).
Panen Benih Lele
Larva yang telah berumur 21 hari warna tubuhnya tampak kehitaman dan sudah menyebar dipermukaan air, hal ini menandakan bahwa larva siap dipanen untuk langsung dijual atau ditebar ke kolam pendederan yang sudah disiapkan sebelumnya. Pemanenan larva didahului dengan menutup saluran pemasukan air dan membuka outlet. Kemudian pada pipa outlet dipasang seser halus untuk menampung benih. Menurut Prihartono dkk (2000), larva lele sangkuriang umur satu minggu telah siap untuk dipanen. Selama kegiatan pemanenan perlu adanya perlakuan tertentu karena lele sangkuriang merupakan jenis ikan yang tidak bersisik, tetapi tubuhnya berlendir. Oleh karena tidak bersisik maka tubuhnya sangat mudah mengalami lecet dan luka. Lecet atau luka pada lele sangkuriang dapat disebabkan oleh penggunaan peralatan yang sembarangan, cara panen yang kurang baik dan waktu panen yang kurang tepat.
Hasil sampling bahwa larva lele sangkuriang umur 21 hari kepadatan per mili liternya yaitu 150 ekor atau 15.000 ekor per 100 ml, sedangkan larva yang dipanen sebanyak 5 gelas. Sehingga total larva yang dipanen sebanyak 75.000 ekor (SR 75%). Larva diangkat atau dipindahkan dengan menggunakan beker glass berukuran 100 ml ke dalam baskom penampungan atau langsung dipacking ke dalam kantong plastik berukuran 40 cm x 60 cm dua rangkap dan telah diisi air sebanyak (4 – 6) liter, kemudian diberi oksigen sebanyak 2/3 dan diikat dengan menggunakan karet gelang. Kepadatan larva per kantong tergantung jarak pengangkutan atau permintaan dari pembeli. Tapi biasanya berkisar antara (15.000 – 30.000) ekor larva dalam setiap kantong. Setelah packing, benih siap dikirim ke tempat yang dituju.
Telur lele sangkuriang akan menetas sekitar (30 – 36) jam setelah pembuahan pada suhu (23 – 24)oC. Pemeliharaan larva pasca penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan telur yang dialiri air dan dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang agar larva tidak teraduk. Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama (4-5) hari tanpa diberi pakan, karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning telur yang ada dalam tubuh larva itu sendiri.
Memasuki hari ke-5 dan seterusnya kuning telur dalam tubuh larva telah habis, larva selanjutnya dipindahkan ke dalam bak fiber untuk dipelihara lebih lanjut. Pemeliharan larva dalam bak fiber dilakukan sejak ikan memasuki umur 5 hari hingga 21 hari. Larva dipelihara dalam bak fiber berukuran 4 m x 2 m x 0,8 m dan diisi air sebanyak 1/2 dari tinggi bak dengan padat tebar 15.625 ekor/ m3. Jadi jumlah penebaran larva dalam bak fiber sebanyak 100.000 ekor.
Selama dalam pemeliharaan di dalam fiber, larva umur 5 hari diberi pakan cacing sutra (tubifex sp). Sebelum diberikan, cacing sutra tersebut dicincang terlebih dahulu. Hal itu dilakukan karena ukuran bukaan mulut ikan yang masih kecil. Pemberian cacing sutra cincang diberikan hingga larva berumur 12 hari. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 50 gr setiap kali pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Setelah ikan berumur lebih dari 12 hari selanjutnya larva ikan diberi pakan cacing sutra utuh dengan jumlah pakan sebanyak 75 gr setiap kali pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan, selama masa pemeliharaan larva lele sangkuriang diberikan pakan alami dan pakan tambahan. Menurut Mujiman (2000), Pemberian pakan alami disesuaikan dengan ukuran benih. Biasanya efektivitas pertumbuhan benih yang memakan plankton alami berkisar (2–3) minggu sejak ditebar ke kolam. Pakan tambahan diberikan dengan dosis 3% – 5% dari bobot populasi ikan dan diberikan dua sampai tiga kali sehari, pemberiannya dimulai sejak hari kedua setelah benih ditebar.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup larva, maka lingkungan yang baik harus tetap terjaga. Menurut Lukito (2002), dalam kegiatan pengontrolan kualitas air meliputi pergantian air dengan pengaturan volume air dan penyiponan. Pengelolaan kualitas air selama PKL, dilakukan dengan melakukan penyifonan bak pemeliharaan larva setiap pagi hari sebelum pemberian pakan dan penggantian air sebanyak 50%. Penyifonan dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran yang terdapat di dasar bak pemeliharaan larva. Sedangkan untuk menambah oksigen terlarut dalam bak pemeliharaan larva, air dalam bak pemeliharaan diberikan aerasi secara terus menerus.
Selama pemeliharaan larva dalam bak fiber tidak memperlihatkan gejala-gejala bahwa ikan terserang hama penyakit. Jika dilihat dari gerakannya yang normal dan nafsu makan yang relatif tinggi menandakan kondisi ikan sehat dan normal. Meskipun kondisi ikan dalam kondisi yang baik, selama dalam pemeliharaan, larva ikan lele sangkuriang tetap diberikan perawatan sebagai upaya pengendalian hama penyakit untuk pencegahan. Menurut Lukito (2004), kegiatan pengendalian hama penyakit meliputi pencegahan dan pengobatan. Tindakan pencegahan yang dilakukan selama PKL yaitu dengan memberikan garam sebanyak 3 kg dalam 3,2 m3 air (1 ppt).
Panen Benih Lele
Larva yang telah berumur 21 hari warna tubuhnya tampak kehitaman dan sudah menyebar dipermukaan air, hal ini menandakan bahwa larva siap dipanen untuk langsung dijual atau ditebar ke kolam pendederan yang sudah disiapkan sebelumnya. Pemanenan larva didahului dengan menutup saluran pemasukan air dan membuka outlet. Kemudian pada pipa outlet dipasang seser halus untuk menampung benih. Menurut Prihartono dkk (2000), larva lele sangkuriang umur satu minggu telah siap untuk dipanen. Selama kegiatan pemanenan perlu adanya perlakuan tertentu karena lele sangkuriang merupakan jenis ikan yang tidak bersisik, tetapi tubuhnya berlendir. Oleh karena tidak bersisik maka tubuhnya sangat mudah mengalami lecet dan luka. Lecet atau luka pada lele sangkuriang dapat disebabkan oleh penggunaan peralatan yang sembarangan, cara panen yang kurang baik dan waktu panen yang kurang tepat.
Hasil sampling bahwa larva lele sangkuriang umur 21 hari kepadatan per mili liternya yaitu 150 ekor atau 15.000 ekor per 100 ml, sedangkan larva yang dipanen sebanyak 5 gelas. Sehingga total larva yang dipanen sebanyak 75.000 ekor (SR 75%). Larva diangkat atau dipindahkan dengan menggunakan beker glass berukuran 100 ml ke dalam baskom penampungan atau langsung dipacking ke dalam kantong plastik berukuran 40 cm x 60 cm dua rangkap dan telah diisi air sebanyak (4 – 6) liter, kemudian diberi oksigen sebanyak 2/3 dan diikat dengan menggunakan karet gelang. Kepadatan larva per kantong tergantung jarak pengangkutan atau permintaan dari pembeli. Tapi biasanya berkisar antara (15.000 – 30.000) ekor larva dalam setiap kantong. Setelah packing, benih siap dikirim ke tempat yang dituju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar