1. Ikan lele lokal
Ikan lele lokal memiliki nama latin Clarias Batrachus, merupakan jenis ikan lele yang dikenal luas di masyarakat. Sebelum lele dumbo diperkenalkan di Indonesia, para peternak biasa membudidayakan ikan lele jenis ini. Namun saat ini sangat jarang peternak yang membudidayakan jenis lele lokal karena dipandang kurang menguntungkan. Lele lokal memiliki Food Convertion Ratio (FCR) yang tinggi, artinya rasio pakan yang diberikan terhadap berat daging yang dihasilkan tinggi. Perlu lebih dari satu kilogram pakan untuk menghasilkan satu kilogram daging dalam satu siklus budidaya. Selain itu, pertumbuhan lele lokal terbilang sangat lambat. Lele lokal yang berumur satu tahun masih kalah besar dengan lele dumbo berumur 2 bulan!
Terdapat tiga jenis lele lokal yang ada di Indonesia, yaitu lele hitam, lele putih atau belang putih dan lele merah. Diantara ketiga jenis lele itu, lele hitam paling banyak dibudidayakan untuk konsumsi. Sedangkan lele putih dan merah lebih banyak dibudidayakan sebagai ikan hias. Lele lokal memiliki patil yang tajam dan berbisa, terutama pada lele muda. Apabila menyengat, racun yang terdapat pada patil bisa membunuh mangsanya dan bagi manusia bisa membuat bengkak dan demam.
2. Ikan lele dumbo
Ikan lele dumbo pertama kali didatangkan ke
Indonesia dari Taiwan pada tahun 1985. Ikan ini menjadi favorit
dikalangan peternak karena pertumbuhannya yang cepat dan badannya yang
bongsor dibandingkan dengan lele lokal. Sebagai perbandingan, lele dumbo
berumur 2 bulan besar badannya bisa dua kali lipat dibanding lele lokal
berumur satu tahun.
Menurut keterangan eksportirnya, lele dumbo merupakan hasil perkawinan antara Ikan lele asal Taiwan Clarias Fuscus dengan ikan lele asal Afrika Clarias Mosambicus. Namun keterangan lain menyebutkan lele dumbo lebih mirip dengan Clarius Gariepinus
yang hidup di perairan Kenya, Afrika. Banyak literatur yang
menggolongkan lele dumbo kedalam jenis yang kedua, termasuk artikel ini.
Untuk pastinya, perlu penelaahan lebih lanjut dalam mengungkap
asal-usul lele dumbo.
Dari sisi fisik, ikan lele dumbo bisa dibedakan dengan lele lokal
dari warnanya yang hitam kehijauan. Lele dumbo juga akan bereaksi ketika
terkejut atau stres, kulitnya berubah menjadi bercak-bercak hitam atau
putih dan kemudian akan berangsur-angsur kembali ke warna awal. Lele
dumbo memiliki patil seperti lele lokal, namun patilnya tidak
mengeluarkan racun. Lele dumbo juga cocok dipelihara di kolam tanah
karena tidak mempunyai kebiasaan membuat lubang. Secara umum, lele dumbo
bisa tumbuh lebih cepat, lebih besar dan lebih tahan terhadap penyakit
dibanding lele lokal. Namun dari sisi rasa, daging lele dumbo lebih
lebih lembek. Sebagian orang menganggap daging ikan lele lokal lebih
enak rasanya dibanding lele dumbo.
3. Ikan lele sangkuriang
Ikan lele sangkuriang dihasilkan dari indukan betina lele dumbo generasi ke-2 atau F2 dan lele dumbo jantan F6. Induk betina merupakan koleksi BBPAT, keturunan F2 dari lele dumbo yang pertama kali didatangkan pada tahun 1985. Sedangkan indukan jantan merupakan keturunan F6 dari keturunan induk betina F2 itu. Penamaan Sangkuriang diambil dari cerita rakyat Jawa Barat tentang seorang anak yang bernama Sangkuriang yang mengawini ibunya sendiri. Sama seperti yang dilakukan BBPAT yang mengawinkan lele jantan F6 dengan induknya sendiri lele betina F2.
Dari hasil perkawinan ini ternyata didapatkan sifat-sifat unggul seperti kemampuan bertelur hingga 40.000-60.000 butir per sekali pemijahan. Jauh berbeda dengan kemampuan bertelur ikan lele lokal yang berkisar 1.000-4.000 butir. Lele Sangkuriang juga lebih tahan terhadap penyakit, dapat dipelihara di air minim, dan kualitas daging yang lebih baik.
Hanya saja kelemahannya, peternak tidak bisa membenihkan lele Sangkuriang dari induk lele Sangkuriang. Apabila ikan lele Sangkuriang dibenihkan lagi, kualitasnya akan turun. Jadi pembenihan lele Sangkuriang harus dilakukan dengan persilangan balik.
Saat ini BBPAT sedang menggodok varian baru lele Sangkuriang, yaitu ikan lele Sangkuriang II. Jenis ini merupakan perbaikan dari Sangkuriang I. Ikan lele ini persilangan antara indukan jantan F6 Sangkuriang I dengan indukan betina F2 lele dari Afrika. Indukan lele Afrika dipilih karena ukurannya yang besar, bisa sampai 7 kilogram. Hal ini dipandang bisa memperbaiki sifat genetis lele Sangkuriang. Berdasarkan pemulianya, yaitu BBPAT, ikan lele Sangkuriang II pertumbuhannya lebih besar 10 persen ketimbang Sangkuriang dan bobotnya pun lebih bongsor.
Ikan lele sangkuriang II belum dilepas secara bebas. Pihak BBPAT masih melakukan uji multilokasi di daerah Bogor (Jawa Barat), Gunung Kidul (Yogyakarta), Kepanjen (Jawa Timur) dan Boyolali (Jawa Tengah). Daerah tersebut memang dikenal sebagai sentra-sentra produksi lele nasional.
5. Ikan lele phyton
Ikan lele phyton Berbeda dengan varietas unggul lainnya yang biasanya ditemukan oleh para peneliti, ikan lele phyton ditemukan oleh para peternak ikan lele di Kabupaten Pandeglang, Banten, pada tahun 2004. Ikan lele phyton merupakan hasil dari silangan induk lele eks Thailand F2 dengan induk lele lokal. Sayangnya tidak diketahui apa spesies dari indukannya dan dari generasi keberapa indukan ikan lele lokalnya berasal. Menurut para penemunya, indukan didapat dari ikan lele lokal yang banyak dibudidayakan masyarakat setempat secara turun temurun. Tapi berdasarkan beberapa literatur, lele phyton berasal dari induk betina lele eks Thailand F2 dengan induk jantan lele dumbo F6.
Ikan lele phyton mempunyai ketahanan terhadap cuaca dingin, tingkat kelangsungan hidup (survival rate) lebih dari 90%. Sementara itu, FCR mencapai 1, artinya satu kilogram pakan menjadi satu kilogram daging dihitung mulai benih ditebar sampai panen dengan siklus pemeliharaan selama 50 hari.
Pada awalnya proyek Ikan lele phyton ini dilakukan untuk menjawab keluhan para peternak lele di Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang. Mereka sering mengalami kerugian karena tingkat mortalitas yang tinggi dari benih lele yang dibeli dipasaran, seperti lele dumbo. Benih lele tersebut rupanya tidak cocok dibudidayakan di Desa Banyumundu yang beriklim dingin, pada malam hari berkisar 17 derajat celcius. Dengan metode try and error selama lebih dari 2 tahun akhirnya mereka menemukan varietas lele yang kemudian dinamakan Ikan lele phyton. Kualitas lele phyton ini juga diakui oleh Dinas Perikanan Budidaya Provinsi Banten.
Sesuai dengan namanya, lele phyton memiliki bentuk kepala seperti ular phyton. Gerakannya lebih lincah dari lele dumbo dan rasa dagingnya lebih gurih, tidak lembek. Dari segi rasa, lele phyton lebih mendekati lele lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar