.............

Rabu, 06 November 2013

cara Mudah BUDIDAYA JAHE SISTEM BAG CULTURE



Banyak jalan menuju roma….. ternyata pepatah tersebut  rupanya mengilhami para petani dalam budidaya tanaman. Ketika tanah/lahan  sebagai media tanam tidak cocok dengan suatu tanaman seperti jahe di Brebes bagian Utara yang bertekstur liat,  dan tidak cocok untuk tanaman jahe. Lalu dilakukan budidaya jahe dengan meramu media tanam yang lebih remah dengan mencampur ladon, pupuk kandang dan sedikit tanah dengan budidaya dalam karung. Atau mungkin ketika budidaya bawang merah mengalami kejenuhan, lalu mencoba ke komoditas lainnya.

Budidaya jahe dengan menggunakan karung dengan media yang remah telah dilakukan oleh peneliti Hepperly dkk di Hawai sejak 2004,  untuk menghasilkan benih yang sehat, bebas dari penyakit seperti layu bakteri yang sering menjadi kendala dalam budidaya tanaman (Soil and Crops Management, June, 2004), serta saat ini juga sedang di kembangan UPBS Balittro. Di masyarakat pada akhir-akhir ini budidaya dengan karung, dan menggunakan media tanam dengan memperbanyak bahan organik dilakukan para petani di Banjarnegara dan Brebes. Dalam upaya pendampingan teknologi budidaya jahe dan juga umpan balik dari petani/kelompok tani pada hari Sabtu, 6 Juli 2013, Dr. Sukamto dkk. (UPBS Balittro),  telah dilakukan kunjungan lapang ke petani diantaranya Kelompok Tani Jahe Organik Desa Larangan  Kec. Larangan Kabupaten Brebes.

Pemangkasan dilakukan saat tanaman mencapai 2 bulan pada 5-10 cm dari pangkal rimpang. Menurut mereka, pemangkasan bertujuan  merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru pada rimpang. Setelah karung-karung berisi tanaman yang sudah dipangkas, lalu tanaman dibiarkan hingga muncul tunas-tunas tanaman baru dari dalam rimpang. Akan tetapi tidak jarang berdasarkan kondisi dilapang tanaman ini batangnya menguning. Kemungkinan luka inilah  yang menyebabkan mudahnya terserang penyakit. Oleh karena itu diperlukan penelitian berkaitan dengan cara pemangkasan yang baik dan benar serta sejauhmana korelasinya dengan jumlah produksi rimpang yang dihasilkan.

Dengan  teknik budidaya tersebut para petani memperkiran biaya yang dikeluarkan sebagai modal sekitar Rp 30.000,- hingga Rp 40.000,-/ karung. Memang  perlu diakui budidaya intensif ini terbilang relatif tinggi biaya (high cost) dan tidak semua petani bisa melakukannya. Prediksi hasil panen yang fantastis 20 kg/karung  ditambah harga jahe yang relatif tinggi dibanding komoditas hortikulkura lainnya, petani memperhitungkan keuntungan yang berlipat-lipat dari budidaya jahe dengan sistem ini.
Umur Jahe 60 hari

Kelompok Tani Jahe Organik desa Larangan membudidayakan pertanaman jahe dalam karung ukuran 40 x 100 cm dengan media tanam bokasi dari bahan limbah pabrik penggergajian kayu. Karung baru digunakan sekali pakai. Bibit jahe berasal dari sumber petani lain bukan bibit tersertifikasi. Benih disemai terlebih dahulu dengan cara dihamparkan atau diangin-anginkan. Media tanam (Bokhasi + pasir ladu)  dimasukan kedalam karung  sebanyak 0,2 dari volume karung. Benih ditanam masing-masing 250 g/karung.  Karung ditata dengan 5 jumlah baris dalam kolom.  Kurang lebih setiap 15 hari sekali, petani menambahkan media bokashi ke dalam karung agar rimpang yang terlihat dapat tertutupi. Dalam sistem budidaya ini yang unik dan diperlukan penelitian lanjut, petani tidak menambahkan pupuk anorganik dalam petanaman jahe dan melakukan pemangkasan tanaman.
Perlakuan Pemotongan batang jahe ketika umur 2 bulan

Salah satu tantangan dalam teknik budidaya diperlukan penanganan intensif pada tanaman mulai dari penanganan bokasi untuk media tanam, irigasi, kegiatan pemangkasan, dan penambahan media secara rutin. Jika teknik budidaya ini dapat berhasil dan sesuai dengan harapan yang diinginkan, hal yang sangat menguntungkan adalah efisiensi penggunaan lahan sebesar 90% dari budidaya konvensional.  Itu artinya petani untuk membudidayakan 1000 karung (1000 m2) setara dengan budidaya konvensional 1 ha. Efisiensi yang lain tentunya penggunaan benih tanaman yang digunakan. Keuntungan lainnya budidaya dalam karung ini dapat di arahkan untuk budidaya organik dengan mengadopsi teknologi-teknologi Balittro yang telah dihasilkan. Selain itu juga bila digunakan untuk menghasilkan benih dapat menjadi sumber benih yang sehat. Dan dengan kondisi yang  terkontrol produksi jahe dapat ditargetkan sesuai dengan permintaan. 

Hasil semoga kreatifitas yang dilakukan petani ditambah dukungan beberapa pihak terutama Balittro akan  menjadi sebuah INOVASI dan terobosan dalam meningkatkan produksi jahe, untuk kesejahteraan rakyat….dan tak perlu import jahe dari China atau India.

cara mudah Budidaya Undur-undur




Ada yang tahu serangga yang bernama Undur-undur? Ternyata, selain serangga ini memiliki keunikan tersendiri terhadap siklus hidupnya yang melalui proses metamorfosis sempurna, Undur-undur juga terkenal dengan khasiatnya sebagai obat alternatif.

Tak jarang banyak diantara masyarakat yang menjadikan Undur-undur ini sebagai ladang bisnis bagi mereka yang pintar mencari. Biasanya, Undur-undur ini akan dicari oleh mereka, lalu dikumpulkan, kemudian dijual ke agen-agen tertentu yang menjalankan sistem jual-beli Undur-undur. Memang harganya tidak terlalu mahal, harga seekor Undur-undur itu hanya dihargai 2000 rupiah saja. Tapi tentu lain hasilnya dong jika kita membudidayakannya sendiri. Pasti keuntungannya pun akan berlipat ganda.

Nah, bagi kalian yang hobi budidaya ternak, tidak ada salahnya kalian jadikan Undur-undur ini sebagai serangga ternak. Karena cara budidayanya yang cukup mudah, maka banyak juga yang tertarik untuk membudidayakannya.

Undur-undur termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Tahapan dari daur serangga yang mengalami metamorfosis sempurna adalah sebagai berikut:

1. Telur

Tidak tersedia data. Ukuran telur sangat kecil, diperkirakan tidak lebih besar dari telur jangkrik. Telur dihasilkan dari pembuahan antara capung (imago) jantan dan betina. Telur, oleh capung betina dilepaskan pada tanah dengan tekstur pasir atau debu. Telur akan menetas dan berkembang menjadi larva. Ditandai dengan adanya sarang berupa galian tanah.

2. Larva


Larva adalah hewan muda yang bentuk dan sifatnya berbeda dengan dewasa. Larva inilah yang kita kenal dengan nama “undur-undur”, dikarenakan jalannya yang mundur.

3. Pupa


Pupa adalah kepompong, pada saat undur-undur sudah tidak lagi melakukan kegiatan, pada saat itu juga terjadi penyempurnaan dan pembentukan organ. Adanya gumpalan tanah berbentuk bola merupakan ciri undur-undur dalam fase pupa.

4. Imago


Imago adalah fase dewasa atau fase perkembangbiakan. Berdasarkan ciri sayap dan alat mulutnya, binatang ini merupakan ordo Neuroptera. Ordo Neuroptera adalah serangga yang bersayap jala. Ciri serangga ini adalah mulut menggigit, dan mempunyai dua pasang sayap yang urat-uratnya berbentuk seperti jala.

Budidaya Undur-Undur

Untuk sekedar memelihara, biasanya dimulai dari fase larva berukuran kecil (kurang dari 2 cm). Undur-undur dapat dipelihara di dalam ruangan pada cetakan agar-agar atau gelas aqua ( untuk pemeliharaan secara soliter, 1 wadah untuk 1 ekor) yang sudah diisi pasir atau bisa juga dilepaskan pada media berpasir di luar ruangan. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai terkena sinar matahari atau siraman air.

Pada kondisi pemeliharaan yang terbatas/ sempit (di dalam cetakan agar-agar atau gelas aqua), undur-undur hanya dapat bermetamorfosis sampai tahap pupa (bahkan dapat mencapai fase imago, tapi dengan kondisi sayap dan ekor tidak sempurna).

Agar undur-undur dapat berkembangbiak, diperlukan lahan yang memadai. Dari hasil pengamatan (dari berbagai sumber), undur-undur yang dipelihara di luar ruangan (dibuatkan semacam gubuk bambu beratap seng, beralaskan tanah dan tanpa dinding), setelah undur-undur bermetamorfosis hingga fase imago (capung), akan didapatkan lubang-lubang sarang yang baru berukuran kecil disamping lubang-lubang sarang yang sudah ada.

Sarang Undur-undur

Hal ini (mungkin) dikarenakan lubang-lubang sarang yang sudah ada sebelumnya, mampu menjadi daya tarik bagi induk-induk capung untuk bertelur. Akan tetapi, hal tersebut masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti, kenyamanan, ketersediaan pakan, cahaya dan siraman air. Undur-undur yang selama hidupnya mendapatkan cukup makanan, cahaya dengan sedikit gangguan (misalnya tanpa diganggu oleh injakan kaki manusia, atau ayam, atau kucing, atau yang lainnya), setelah mencapai fase imago (capung), biasanya akan kawin dan meninggalkan telurnya di samping sarang-sarang yang sudah ada.

Pada undur-undur yang dipelihara dalam wadah terbatas, undur-undur yang bermetamorfosis hanya menjadi pupa (kepompong), dapat juga ditetaskan dalam wadah yang lebih luas agar organ-organ yang tumbuh menjadi sempurna saat bermetamorfosis menjadi imago (capung). Meskipun dengan kemungkinan yang sangat kecil sekali, capung-capung tersebut dapat bereproduksi menghasilkan keturunan-keturunan baru di lokasi yang nyaman bagi kelangsungan hidup selama menjadi undur-undur (bisa di lahan yang kita siapkan, bisa juga di lokasi yang lain).

Panen Undur-Undur

Undur-undur dapat dipanen (dipancing keluar dari sarangnya), dengan berbagai metode :

1. Dipancing dengan serangga yang diikat tali
Serangga yang dapat digunakan antara lain semut merah (semut rangrang) atau serangga lain yang bisa diikat dengan benang. Setelah umpan digigit, undur-undur akan mudah ditangkap.

2. Ditiup dengan sedotan
Dengan cara ditiup, massa pasir yang lebih ringan akan keluar terbawa tiupan angin. Sedangkan undur-undur dengan massa yang lebih berat akan tertinggal, sehingga mudah ditangkap.

3. Disendok dan diayak dengan jaring/ saringan teh
Setelah disendok, undur-undur yang diperkirakan ada di dalam sendok bersama pasir, dituang ke dalam jaring dan diayak, undur-undur akan kelihatan dan mudah ditangkap.

4. Didorong dengan lidi
Metode ini, merupakan metode penemuan tersendiri dan sering digunakan dalam berburu undur-undur. Pada lahan dengan jumlah sarang yang banyak, metode ini sangat cepat dan praktis untuk digunakan. Cukup dengan memasukkan lidi (atau tusuk gigi), tepat pada tengah-tengah sarang, undur-undur akan bergerak kebelakang (sesuai sifat berjalannya, mundur). Dengan mengetahui kemana arah undur-undur berjalan mundur, lidi yang sama digunakan untuk mendorong maju sehingga undur-undur keluar dari sarangnya dan mudah ditangkap.

Lalu apa khasiat Undur-undur?

Penggunaan Undur-undur untuk mengobati penyakit diabetes, dalam terminologi orang awam, hanya merupakan “pengobatan dukun” yang telah turun-temurun sejak dulu dan terbukti mujarab. Meski begitu, ternyata dalam perkembangannya telah ada praktisi kesehatan yang juga sering membuatkan resep Undur-undur untuk mengatasi gangguan gangren akibat kadar gula darah tinggi.

Dalam teori kesehatan, Undur-undur memang berkhasiat untuk melancarkan peredaran darah. Undur-undur mirip dengan cacing tanah dan lintah yang dapat menembus atau menghancurkan gumpalan-gumpalan pada pembuluh darah.

Para praktisi kesehatan meyakini bahwa Undur-undur ini bisa membuat regenerasi sel menjadi lebih baik. Kandungan sulfonylurea yang terdapat di dalam Undur-undur ini ialah zat yang sama dengan sulfonylurea yang sudah biasa digunakan untuk pembuatan obat-obat diabetes melitus.

Kandungan sulfonylurea dalam undur-undur ternyata memiliki kinerja yang sama dengan obat diabetes melitus buatan yang kini banyak beredar. Sulfonylurea dalam bentuk anti-diabetik oral hanya cocok digunakan untuk mengobati diabetes melitus tipe 2 karena cara kerjanya memperbaiki pankreas dalam mensekresikan insulin.

Itulah, sekelumit tentang Cara Budidaya Undur-undur serta Khasiat Undur-undur Bagi Kesehatan. Dikarenakan alasan tersebutlah maka banyak para pemburu undur-undur yang akan menjadikannya sebagai ladang uang. Atau membudidayakannya sebagai ladang bisnis.

Tidak ada salahnya kalian mencoba bisnis yang satu ini. Peluang Usaha Budidaya Undur-undur memang tergolong masih baru, namun jika ditekuni hasilnya pun pasti akan memuaskan.

cara Mudah bisnis budidaya tanaman Jahe


 Budidaya Tanaman Jahe. Jahe (Zingiber officinale) berasal dari Asia Pasifik, merupakan tanaman rumpun berbatang semu yang dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak, minuman, dan obat-obatan tradisional. Tanaman jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae) dan sefamili dengan tanaman kunyit, kencur, temu lawak, dan lengkuas. Tanaman Jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia dan mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk dikembangkan. Saat ini jahe telah menjadi salah satu

 komoditas ekspor dengan harga dan permintaan yang cukup tinggi. Jahe diekspor dalam bentuk jahe segar, jahe kering, jahe segar olahan dam minyak atsiri. Negara-negara tujuan ekspor jahe adalah Amerikan Serikat, Belanda, Uni Emirat Arab, Pakistan, Jepang, dan Hongkong.

A. Jenis-jenis Tanaman Jahe

Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya, jahe terbagi menjadi 3 varietas, yaitu:

jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum); rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil, dengan diameter 42 s/d 43 mm, tinggi 52 s/d 104 mm, dan panjang 123 s/d 126 mm. Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri 2,58 s/d 3,9%, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.


    Jahe putih/kuning besar (Zingiber officinale var. officinarum) atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak; rimpangnya lebih besar dan gemuk dengan diameter 48 s/d 85 mm, tinggi 62 s/d 113 mm, dan panjang 158 s/d 327 mm. Ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Minyak astiri di dalam rimpang 0,82 - 2,8%.



    Jahe putih/kuning kecil (Zingiber officinale var. amarum) atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit; ruasnya kecil, diameter 32,7 s/d 40 mm, tinggi 63,8 s/d 111 mm, panjang 61 s/d 317 mm, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah (1,50 s/d 3,5 %), sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.



Syarat Tumbuh Tanaman Jahe

1. Iklim

    Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
   
 Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari dengan intensitas cahaya matahari 70 - 100% atau agak ternaungi sampai terbuka.

Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.

.2. Ketinggian Tempat

    Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl.
    Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 900 m dpl.

3. Media Tanam

    Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik. 

    Pada lahan dengan kemiringan > 3% dianjurkan untuk dilakukan pembuatan teras, teras bangku sangat dianjurkan bila kemiringan lereng cukup curam. Hal ini untuk menghindari terjadinya pencucian lahan yang mengakibatkan tanah menjadi tidak subur, dan benih jahe hanyut terbawa arus.

    Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.

 Budidaya Tanaman Jahe
1. Pembibitan
1.1. Persyaratan Bibit Jahe
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:

  •     Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
  •     Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
  •     Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.

1.2. Teknik Penyemaian Bibit Jahe

Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan bedengan atau dengan.

a) Penyemaian pada peti kayu

Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.

b. Penyemaian pada bedengan

Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah.

Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.

 Penyiapan Bibit Jahe
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.

. Pengolahan Tanah

  Pembukaan Lahan

Tanah diolah sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan tanahnya harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan jangan dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara lapisan olah dengan lapisan tanah bawah, hal ini dapat mengakibatkan tanaman kurang subur tumbuhnya. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.

Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.

 Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji. Tanah yang memiliki derajat keasaman < 4 (paling asam) dibutuhkan dolomit minimal sebanyak 10 ton/ha. Sedangkan tanah yang memiliki derajat keasaman 5 (asam) dibutuhkan dolomit 5.5 ton/ha; serta yang memiliki derajat keasaman 6 (agak asam) dibutuhkan dolomit 0.8 ton/ha.

 Penanaman Jahe
Pada bedengan dibuat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 5 - 7 cm. Bibit jahe ditanam pada lubang-lubang tersebut dengan tunas menghadap ke atas, jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang dipanen tua adalah 80 cm x 40 cm atau 60 cm x 40 cm, jahe putih kecil dan jahe merah 60 cm x 40 cm. Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.

 Pemeliharaan Tanaman

1. Penyiangan gulma

Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.

2. Penyulaman

Menyulam tanaman yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 1 – 1,5 bulan setelah tanam dengan memakai benih cadangan yang sudah diseleksi dan disemaikan.

3. Pembumbunan

Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.

4. Pengendalian organisme pengganggu tanaman

Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan keperluan. Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh serangan bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada metode pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan untuk mencegah masuknya benih penyakit, seperti penggunaan lahan sehat, penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik), menghindari perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman, pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak sehat (sanitasi), inspeksi kebun secara rutin.

Tanaman yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah lalat rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan Eumerus figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii) yang menyerang rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan rimpang kurang baik serta bercak daun yang disebabkanoleh cendawan (Phyllosticta sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman muda (sebelum 6 bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan. Tindakan mencegah perluasan penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida segera setelah terlihat ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi tanaman sakit, inspeksi secara rutin.

  Pemupukan

Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.

Panen

Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.

Pemanenan jahe dilakukan dengan cara tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.

Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.

 Dengan menggunakan varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1) dihasilkan rata-rata 27 ton rimpang segar per ha, calon varietas unggul jahe putih kecil (JPK 3; JPK 6) dengan cara budidaya yang direkomendasikan, dihasilkan rata-rata 16 ton/ha rimpang segar dengan kadar minyak atsiri 1,7 – 3,8%, kadar oleoresin 2,39 – 8,87%. Sedangkan jahe merah 22 ton/ha dengan kadar minyak atsiri 3,2 – 3,6%, kadar oleoresin 5,86 – 6,36%.

 Pascapanen

1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.

4. Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.


Bisnis Mudah dan Raup puluhan juta rupiah dari budidaya ikan botol bekas

JIKA orang biasa melakukan budidaya ikan di dalam kolam atau akuarium, namun di Banjarnegara, Jawa Tengah, ada cara pembudidayaan ikan yang unik. Ya, pengusaha kecil di sana memanfaatkan botol bekas sebagai tempat budidaya. Usaha ini ternyata mampu meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah.

Terlihat, ribuan botol bekas tersusun rapi di salah satu rumah warga Desa Kalipelus, Banjarnegara. Yono (45), sang pemilik bukanlah seorang kolektor atau pengepul botol bekas. Jika diamati seksama, ribuan botol yang berjajar tersebut ternyata berisi ikan hias yang cantik dan berwarna-warni.

Dalam 5 tahun terakhir, Yono menekuni bisnis budidaya dan berjualan ikan hias jenis Cupang atau yang dalam bahasa latin disebut Betta Splendens. Budidaya ikan Cupang ini tak harus memiliki kolam luas, bisa dilakukan dengan memanfaatkan botol bekas.

Jika indukan jantan dan betina dewasa yang sudah berumur 4 bulan dimasukkan dalam satu media, mereka akan kawin, bertelur dan beranak tak kurang dalam waktu 2 bulan. Pemberian pakan berupa Cacing Sutra cukup dilakukan pagi dan sore, tidak merepotkan bukan?

“Untuk sekali panen kami mampu memanen ikan Cupang hingga 1.000 ekor lebih. Satu ekor ikan Cupang dijual mulai dari harga Rp5.000 hingga Rp70 ribu,” ujar Yono, Sabtu (12/10/2013).

Hasil budidaya ikan yang dikembangkan Yono tidak hanya dijual di wilayah Banjarnegara. Dia telah mengirim ikan ke sejumlah daerah di Sumatera, Surabaya dan Jakarta. Diakuinya omzet per bulan bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Ini tentu bisa menjadi inspirasi bagi setiap orang yang ingin memiliki usaha sendiri. Selain menjadi hiasan bagi pehobi, ikan cupang juga dapat membasmi jentik-jentik nyamuk. Tertarik memelihara ikan Cupang dan membudidayakannya, botol bekas bisa menjadi media memelihara ikan yang patut dicoba.


repost by. www.sindonews.com

Selasa, 05 November 2013

Cara Mudah Bisnis Budidaya Ternak Domba



1. SEJARAH SINGKAT

Domba yang kita kenal sekarang merupakan hasil dometikasi manusia yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Argali (Ovis amon) berasal dari Asia Tenggara, Urial (Ovis vignei) yang berasal dari Asia.

2. SENTRA PERIKANAN

Di Indonesia sentra peternakan domba berada di daerah Aceh dan Sumatra Utara. Di Aceh pada tahun 1993 tercatat sekitar 106 ribu ekor domba, sementara di Sumatera Utara sekitar 95 ribu ekor domba yang diternakan. Lahan yang digunakan untuk berternak di daerah Aceh berdasarkan data Puslit Tanah dan Agroklimat Deptan tahun 1979, seluas 5,5 juta hektar mulai dari kemampuan kelas I sampai VIII, sedangkan di Sumatera Utara luas lahan yang digunakan sekitar 7 juta hektar.

3. JENIS

Domba seperti halnya kambing, kerbau dan sapi, tergolong dalam famili
Bovidae. Kita mengenal beberapa bangsa domba yang tersebar diseluruh
dunia, seperti:

1) Domba Kampung adalah domba yang berasal dari Indonesia

2) Domba Priangan berasal dari Indonesia dan banyak terdapat di daerah Jawa Barat.

3) Domba Ekor Gemuk merupakan domba yang berasal dari Indonesia bagian Timur seperti Madura, Sulawesi dan Lombok.

4) Domba Garut adalah domba hasil persilangan segi tiga antara domba kampung, merino dan domba ekor gemuk dari Afrika Selatan.

Di Indonesia, khususnya di Jawa, ada 2 bangsa domba yang terkenal, yakni domba ekor gemuk yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dan domba ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat

4. MANFAAT

Daging domba merupakan sumber protein dan lemak hewani. Walaupun belum memasyarakat, susu domba merupakan minuman yang bergizi. Manfaat lain dari berternak domba adalah bulunya dapat digunakan sebagai industri tekstil.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi untuk peternakan domba sebaiknya berada di areal yang cukup luas, udaranya segar dan keadaan sekelilingnya tenang, dekat dengan sumber pakan ternak, memiliki sumber air, jauh dari daerah pemukiman dan sumber air penduduk (minimal 10 meter), relatif dekat dari pusat pemasaran dan pakan ternak.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

1) Perkandangan

Kandang harus kuat sehingga dapat dipakai dalam waktu yang lama, ukuran sesua dengan jumlah ternak, bersih, memperoleh sinar matahari pagi, ventilasi kandang harus cukup dan terletak lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya agar tidak kebanjiran. Atap kandang diusahakan dari bahan yang ringan dan memiliki daya serap panas yang relatif kecil, misalnya dari atap rumbia.

Kandang dibagi menjadi beberapa bagian sesuai fungsinya, yaitu:

a) Kandang induk/utama, tempat domba digemukkan. Satu ekor domba membutuhkan luas kandang 1 x 1 m.

b) Kandang induk dan anaknya, tempat induk yang sedang menyusui anaknya selama 3 bulan. Seekor induk domba memerlukan luas 1,5 x 1 m dan anak domba memerlukan luas 0,75 x 1 m.

c) Kandang pejantan, tempat domba jantan yang akan digunakan sebagai pemacak seluas 2 x 1,5 m/pemancak.

Di dalam kandang domba sebaiknya terdapat tempat makan, palung makanan dan minuman, gudang makanan, tempat umbaran (tempat domba saat kandang dibersihkan) dan tempat kotoran/kompos.

Tipe dan model kandang pada hakikatnya dapat dibedakan dalam 2 tipe,
yaitu:

a. Tipe kandang Panggung
Tipe kandang ini memiliki kolong yang bermanfaat sebagai penampung kotoran. Kolong digali dan dibuat lebih rendah daripada permukaan tanah sehingga kotoran dan air kencingnya tidak berceceran. Alas kandang terbuat dari kayu/bambu yang telah diawetkan, Tinggi panggung dari tanah dibuat minimal 50 cm/2 m untuk peternakan besar. Palung makanan harus dibuat rapat, agar bahan makanan yang diberikan tidak tercecer keluar.

b. Tipe kandang Lemprak
Kandang tipe ini pada umumnya digunakan untuk usaha ternak domba kereman. Kandang lemprak tidak dilengkapi dengan alas kayu, tetapi ternak beralasan kotoran dan sisa-sisa hijauan pakan. Kandang tidak dilengkapi dengan palung makanan, tetapi keranjang rumput yang diletakkan diatas alas. Pemberian pakan sengaja berlebihan, agar dapat hasil kotoran yang banyak. Kotoran akan dibongkar setelah sekitar 1-6 bulan.

6.2. Penyiapan Bibit

Domba yang unggul adalah domba yang sehat dan tidak terserang oleh hama penyakit, berasal dari bangsa domba yang persentase kelahiran dan kesuburan tinggi, serta kecepatan tumbuh dan persentase karkas yang baik. Dengan demikian keberhasilan usaha ternak domba tidak bisa dipisahkan dengan pemilihan induk/pejantan yang memiliki sifat-sifat yang baik.

1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk

a) Calon Induk: berumur 1,5-2 tahun, tidak cacat, bentuk perut normal, telinga kecil hingga sedang, bulu halus, roman muka baik dan memiliki nafsu kawin besar dan ekor normal.

b) Calon Pejantan: berumur 1,5-2 tahun, sehat dan tidak cacat, badan normal dan keturunan dari induk yang melahirkan anak 2 ekor/lebih, tonjolan tulang pada kaki besar dan mempunyai buah zakar yang sama besar serta kelaminnya dapat bereaksi, mempunyai gerakan yang lincah, roman muka baik dan tingkat pertumbuhan relatif cepat.

2) Reproduksi dan Perkawinan

Hal yang harus di ketahui oleh para peternak dalam pengelolaan reproduksi adalah pengaturan perkawinan yang terencana dan tepat waktu.
a) Dewasa Kelamin, yaitu saat ternak domba memasuki masa birahi yang pertama kali dan siap melaksanakan proses reproduksi. Fase ini dicapai pada saat domba berumur 6-8 bulan, baik pada yang jantan maupun yang betina.

b) Dewasa tubuh, yaitu masa domba jantan dan betina siap untuk dikawinkan. Masa ini dicapai pada umur 10-12 bulan pada betina dan 12 bulan pada jantan. Perkawinan akan berhasil apabila domba betina dalam keadaan birahi.

3) Proses Kelahiran

Lama kebuntingan bagi domba adalah 150 hari (5 bulan). Menjelang kelahiran anak domba, kandang harus bersih dan diberi alas yang kering. Bahan untuk alas kandang dapat berupa karung goni/jerami kering. Obat yang perlu dipersiapkan adalah jodium untuk dioleskan pada bekas potongan tali pusar.

Induk domba yang akan melahirkan dapat diketahui melalui perubahan fisik dan perilakunya sebagai berikut:

a. Keadaan perut menurun dan pinggul mengendur.
b. Buah susu membesar dan puting susu terisi penuh.
c. Alat kelamin membengkak, berwarna kemerah-merahan dan lembab.
d. Ternak selalu gelisah dan nafsu makan berkurang.
e. Sering kencing.

Proses kelahiran berlangsung 15-30 menit, jika 45 menit setelah ketuban pecah, anak domba belum lahir, kelahiran perlu dibantu. Anak domba yang baru lahir dibersihkan dengan menggunakan lap kering agar dapat bernafas. Biasanya induk domba akan menjilati anaknya hingga kering dan bersih.

6.3. Pemeliharaan

1) Sanitasi dan Tindakan Preventif

Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan membersihkan kandang dan peralatan dari sarang serangga dan hama. kandang terutama tempat pakan dan tempat minum dicuci dan dikeringkan setiap hari. Perlu dilakukan pembersihan rumput liar di sekitar kandang. Kandang ternak dibersihkan seminggu sekali.

2) Pengontrolan Penyakit

Domba yang terserang penyakit dapat segera diobati dan dipisahkan dari yang sehat. Lakukan pencegahan dengan menyuntikan vaksinasi pada domba-domba yang sehat.

3) Perawatan Ternak

Induk bunting diberi makanan yang baik dan teratur, ruang gerak yang\ lapang dan dipisahkan dari domba lainnya. induk yang baru melahirkan diberi minum dan makanan hijauan yang telah dicampurkan dengan makanan penguat lainnya. Selain itu, induk domba harus dimandikan. Anak domba (Cempe) yang baru dilahirkan, dibersihkan dan diberi makanan yang terseleksi. Cempe yang disapih perlu diperhatikan. pakan yang berkualitas dalam bentuk bubur tidak lebih dari 0,20 kg satu kali sehari.

Perawatan ternak dewasa meliputi:

a. Memandikan ternak secara rutin minimal seminggu sekali. dengan cara disikat dan disabuni. pada pagi hari, kemudian dijemur dibawah sinar\ matahari pagi.

b. Mencukur Bulu
Pencukuran bulu domba dengan gunting biasa/cukur ini. dilakukan minimal 6 bulan sekali dan disisakan guntingan bulu setebal kira-kira 0,5 cm. Sebelumnya domba dimandikan sehingga bulu yang dihasilkan dapat dijadikan bahan tekstil. Keempat kaki domba diikat agar tidak lari pada saat dicukur. Pencukuran dimulai dari bagian perut kedepan dan searah dengan punggung domba.

c. Merawat dan Memotong Kuku
Pemotongan kuku domba dipotong 4 bulan sekali dengan golok, pahat kayu, pisau rantan, pisau kuku atau gunting.

4) Pemberian Pakan
Zat gizi makanan yang diperlukan oleh ternak domba dan mutlak harus
tersedia dalam jumlah yang cukup adalah karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air. Bahan pakan untuk domba pada umumnya
digolongkan dalam 4 golongan sebagai berikut:

a. Golongan Rumput-rumputan, seperti rumput gajah, benggala, brachiaria, raja, meksiko dan rumput alam.

b. Golongan Kacang-kacangan, seperti daun lamtoro, turi, gamal daun kacang tanah, daun kacang-kacangan, albisia, kaliandra, gliricidia dan siratro.

c. Hasil Limbah Pertanian, seperti daun nangka, daun waru, daun dadap, daun kembang sepatu, daun pisang, daun jagung, daun ketela pohon, daun ketela rambat dan daun beringin.

d. Golongan Makanan Penguat (Konsentrat), seperti dedak, jagung karing, garam dapur, bungkil kelapa, tepung ikan, bungkil kedelai, ampas tahu, ampas kecap dan biji kapas.

Pakan untuk domba berupa campuran dari keempat golongan di atas yang disesuaikan dengan tingkatan umur. Adapun proporsi dari campuran tersebut adalah:
a. Ternak dewasa: rumput 75%, daun 25%
b. Induk bunting: rumput 60%, daun 40%, konsentrat 2-3 gelas
c. Induk menyusui: rumput 50%, daun 50% dan konsentrat2-3 gelas
d. Anak sebelum disapih: rumput 50%, daun 50%
e. Anak lepas sapih: rumput 60%, daun 40% dan konsentrat 0,5–1 gelas

5) Pemberian Vaksinasi dan Obat

Pemberian vaksinasi dapat dilakukan setiap enam bulan sekali vaksinasi dapat dilakukan dengan menyuntikan obat kedalam tubuh domba. Vaksinasi mulai dilakukan pada anak domba (cempe) bila telah berusia 1 bulan, selanjutnya diulangi pada usia 2-3 bulan. Vaksinasi yang biasa diberikan adalah jenis vaksin Spora (Max Sterne), Serum anti anthrax, vaksin AE, dan Vaksin SE (Septichaemia Epizootica).

6) Pemeliharaan Kandang

Pemeliharaan kandang meliputi pembersihan kotoran domba menimal satu minggu sekali, membuang kotoran ke tempat penampungan limbah, membersihkan lantai atau alas, penyemprotan dan pengapuran kandang untuk disinfektan.

7. HAMA DAN PENYAKIT

1) Penyakit Mencret
Penyebab: bakteri Escherichia coli yang menyerang anak domba berusia 3 bulan. Pengobatan: antibiotika dan sulfa yang diberikan lewat mulut.

2) Penyakit Radang Pusar
Penyebab: alat pemotongan pusar yang tidak steril atau tali pusar tercemar oleh bakteri Streptococcus, Staphyloccus, Escherichia coli dan Actinomyces necrophorus. Usia domba yang terserang biasanya cempe usia 2-7 hari.
Gejala: terjadi pembengkakan di sekitar pusar dan apabila disentuh domba akan kesakitan.
Pengendalian: dengan antibiotika, sulfa dan pusar dikompres dengan larutan rivanol (Desinfektan).

3) Penyakit Cacar Mulut
Penyakit ini menyerang domba usia sampai 3 bulan.
Gejala: cempe yang terserang tidak dapat mengisap susu induknya karena tenggorokannya terasa sakit sehingga dapat mengakibatkan kematian. Pengendalian: dengan sulfa seperti Sulfapyridine, Sulfamerozine, atau pinicillin.

4) Penyakit Titani
Penyebab: kekurangan Defisiensi Kalsium (Ca) dan Mangan (Mn). Domba yang diserang biasanya berusia 3-4 bulan.
Gejala: domba selalu gelisah, timbul kejang pada beberapa ototnya bahkan sampai keseluruh badan. Penyakit ini dapat diobati dengan menyuntikan larutan Genconos calcicus dan Magnesium.

5) Penyakit Radang Limoah
Penyakit ini menyerang domba pada semua usia, sangat berbahaya, penularannya cepat dan dapat menular ke manusia.
Penyebab: bakteri Bacillus anthracis..
Gejala: suhu tubuh meninggi, dari lubang hidung dan dubur keluar cairan yang bercampur dengan darah, nadi berjalan cepat, tubuh gemetar dan nafsu makan hilang.
Pengendalian: dengan menyuntikan antibiotika Pracain penncillin G, dengan dosis 6.000-10.000 untuk /kg berat tubuh domba tertular.

6) Penyakit Mulut dan kuku
Penyakit menular ini dapat menyebabkan kematian pada ternak domba, dan yang diserang adalah pada bagian mulut dan kuku.
Penyebab: virus dan menyerang semua usia pada domba
Gejala: mulut melepuh diselaputi lendir.
Pengendalian: membersihkan bagian yang melepuh pada mulut dengan menggunakan larutan Aluminium Sulfat 5%, sedangkan pada kuku dilakukan dengan merendam kuku dalam larutan formalin atau Natrium karbonat 4%.

7) Penyakit Ngorok
Penyebab: bakteri Pasteurella multocida.
Gejala: nafsu makan domba berkurang, dapat menimbulkan bengkak pada bagian leher dan dada. Semua usia domba dapat terserang penyakit ini, domba yang terserang terlihat lidahnya bengkak dan menjulur keluar, mulut menganga, keluar lendir berbuih dan sulit tidur.
Pengendalian: menggunakan antibiotika lewat air minum atau suntikan.

8) Penyakit perut Kembung
Penyebab: pemberian makanan yang tidak teratur atau makan rumput yang masih diselimuti embun.
Gejala: lambung domba membesar dan dapat menyebabkan kematian. Untuk itu diusahakan pemberian makan yang teratur jadwal dan jumlahnya jangan digembalakan terlalu pagi.
Pengendalian: memberikan gula yang diseduh dengan asam, selanjutnya kaki domba bagian depan diangkat keatas sampai gas keluar.

9) Penyakit Parasit Cacing
Semua usia domba dapat terserang penyakit ini.
Penyebab: cacing Fasciola gigantica (Cacing hati), cacing Neoascaris vitulorum (Cacing gelang), cacing Haemonchus contortus (Cacing lambung), cacing Thelazia rhodesii (Cacing mata).
Pengendalian: diberikan Zanil atau Valbazen yang diberikan lewat minuman, dapat juga diberi obat cacing seperti Piperazin dengan dosis 220 mg/kg berat tubuh domba.

10) Penyakit Kudis
Merupakan penyakit menular yang menyerang kulit domba pada semua usia. Akibat dari penyakit ini produksi domba merosot, kulit menjadi jelek dan mengurangi nilai jual ternak domba.
Penyebab: parasit berupa kutu yang bernama Psoroptes ovis, Psoroptes ciniculi dan Chorioptes bovis.
Gejala: tubuh domba lemah, kurus, nafsu makan menurun dan senang menggaruk tubuhnya. Kudis dapat menyerang muka, telinga, perut punggung, kaki dan pangkal ekor. Pengendalian: dengan mengoleskan Benzoas bensilikus 10% pada luka, menyemprot domba dengan Coumaphos 0,05-0,1%.

11) Penyakit Dermatitis
Adalah penyakit kulit menular pada ternak domba, menyerang kulit bibit domba.
Penyebab: virus dari sub-group Pox virus dan menyerang semua usia domba. Gejala: terjadi peradangan kulit di sekitar mulut, kelopak mata, dan alat genital. Pada induk yang menyusui terlihat radang kelenjar susu.
Pengendalian: menggunakan salep atau Jodium tinctur pada luka.

12) Penyakit Kelenjar Susu
Penyakit ini sering terjadi pada domba dewasa yang menyusui, sehingga air susu yang diisap cempe tercemar.
Penyebab: ambing domba induk yang menyusui tidak secara ruti dibersihkan. Gejala: ambing domba bengkak, bila diraba tersa panas, terjadi demam dan suhu tubuh tinggi, nafsu makan kurang, produsi air susu induk berkurang.
Pengendalian: pemberian obatobatan antibiotika melalui air minum.